Ilustrasi |
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa, berdasarkan data per tanggal 6 April 2022, setidaknya ada enam Polda jajaran yang telah melakukan penyidikan terkait dengan perkara tersebut.
"Enam Polda yang mengusut kasus itu yakni, Polda Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali dan Gorontalo," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jakarta, Kamis (7/4).
Dedi merinci, untuk di Polda Sumatera Barat tercatat ada satu laporan polisi yang tengah disidik. Adapun modus operandi kasus tersebut yakni, pengangkutan dan jual beli BBM bersubsidi.
Sementara, Polda Jambi menangani delapan laporan polisi terkait BBM tersebut. Lalu, Polda Kalimantan Selatan terdapat tujuh laporan polisi.
Lalu, Polda Kalimantan Timur satu laporan polisi. Polda Bali satu laporan. Serta, Polda Gorontalo satu laporan polisi. Semua laporan itu memiliki modus operandi pengangkutan dan jual beli BBM bersubsidi.
Dalam proses penyidikan tersebut, polisi menerapkan Pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Perubahan atas Pasal 55 UU Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Terkait pengusutan perkara ini, Dedi menegaskan bahwa, Polri tidak akan segan dan pandang bulu untuk memberikan tindakan tegas kepada pihak siapapun yang melakukan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan terkait dengan BBM.
Menurut Dedi, tindakan tegas tersebut dilakukan oleh jajaran kepolisian untuk memitigasi atau mencegah terjadinya kelangkaan BBM di masyarakat. Hal ini, kata Dedi, juga untuk memberikan rasa tenang terhadap masyarakat akan ketersediaan BBM.
"Untuk menjaga ketersediaan BBM dan memitigasi penyimpangan yang mengakibatkan kelangkaan BBM yang dibutuhkan masyarakat. Polri akan menindak tegas bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran terkait penyalahgunaan, pendistribusian, penyimpanan dan pengangkutan BBM," tutup Dedi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar